Bersembahyang
jauh-jauh bukan berarti lupa akan Tuhan ada pada setiap diri Manusia, bukan
tidak bersembahyang pada leluhur. Terlalu egois rasanya menyatakan kita tidak
perlu bersembahyang pada pura-pura jauh-jauh atau aneh-aneh lainnya. Tetapi
kita tidak lupa dengan hakikat yang sebenarnya bahwa Tuhan bisa dicari pada
setiap diri, dan leluhur adalah kawitan. Jika demikian bukan berarti penjelasan
ini hanya berlaku bagi mereka yang mampu, namun karena kita diberikan kesempatan
untuk menyadari Tuhan dengan jalan itu, mengapa tidak dilakukan. Mereka yang tidak
mampu juga diberikan jalan dengan cara demikian. Yang terpenting adalah
seberapa jauh kita bisa menyadari dan melayakkan diri untuk Beliau tanpa
mengganggu yang teman lain
Kamis, 14 Mei 2015
tepat pukul 08.00 rombongan berangkat dari
Br. Pujung Kaja menuju penyebrangan
ke pulau menjangan, Panjarakan Buleleng. Semua tampak ceria dan lengkap dengan
gitar yang mengiringi perjalanan. Perjalanannya kurang lebih tiga setengah jam
sampai di penyebrangan ke pulau menjangan. Kami beristirahat sebentar dan
menikmani bekal makan setelah mengurus tiket. Usai istirahat langsung menuju
pelabuhan. Melintasi jembatan kayu untuk naik ke perahu motor. Setiap perahu
hanya mampu memuat 10 orang dengan biaya Rp 465.000,- setiap perahu. Sehingga
kami harus menggunakan 3 perahu motor, karena rombongan sebangak 28 orang.
Menyebrang dengan
perahu motor memerlukan ketenangan, tidak boleh panik. Bagi yang pertama naik
perahu motor mungkin aka nada rasa takut dengan keadaan perahu yang
miring-miring akibat pengaruh gelombang. Tetapi yang sudah biasa menyebrangi
laut hal tersebut menjadi hal yang biasa. Terlihat beberapa teman terkejut dan
berteriak saat perahu motor bergoyang kuat akibat pengaruh gelombang. Kurang
lebih 30 menit perahu sudah sandar dan kita sampai di pulau menjangan.
Memasuki pulau
menjangan kita berjalan menuju pura pertama, sebaiknya bersembahyang atau
menghaturkan canang terlebih dahulu di Lebuh. Kemudian kita akan melihat plang
(persimpangan ke kiri). Urutan yang benar adalah kita berjalan lurus dan sampai
pada pura tempat persembahyangan pertama.
Urutan persembahyangan
di pulau menjangan yaitu: 1) Pura Taman Pingit Taman Sari; 2) Pesraman Agung
Kebo Iwa (Hyang Brahma Ireng); 3) Pagoda Agung Dewi Kwan Im; 4) Pendopo Agung
Dalem Lingsir Gajah Mada (Hyang Wisnu Murti); 5) Puncak Penataran Agung Pingit
Klenting Sari (Siwa Pasupati/ Sang Hyang Nunggal); 6) Ida Dalem Lingsir
Waturenggong; 7) Ida Bhatra Hyang Ganesha dan Ibu Hyang Maha Suci Dewi Parwati.
Kesemua pura tersebut berada pada satu jalur. Setelah semuanya selesai, saat
kembali persembahyangan dilanjutkan di pura puncak yang terakhir.
Setiap sembahyang di
pura-pura tersebut, kita menghaturkan banten (sesaji) yang telah kita
persiapkan bersama. Ada yang berbeda saat sembahyang di Pesraman Agung Kebo Iwa
(Hyang Brahma Ireng), yaitu kita tidak nunas bija setelah nunas tirta, namun
kita nunas abu hitam sebagai pengganti bija. Bigitu juga saat sembahyang di
Pagoda Agung Dewi Kwan Im. Di Pagoda Agung Dewi Kwan Im juga kita hanya sembahyang
menggunakan dupa dengan mantaram memuja Siwa Buddha. Sedangkan saat sembahyang
di Pendopo Agung Dalem Lingsir Gajah Mada (Hyang Wisnu Murti), kita mendapat
benang tri datu setelah sembahyang. Saat sembahyang di Ida Bhatra Hyang Ganesha
dan Ibu Hyang Maha Suci Dewi Parwati kita juga hanya mengguanakn dupa dan bunga
serta melafalkan gayatri mantram yang dilanjutkan dengan mantram puja dewa
ganesha, dan selajutnya sembah sujud di kaki patung Ganesha.
Usai sembahyang, kita menikmati
prasadam yang telah dihaturkan di semua pura bersama-sama di tempat istirahat depan
Pagoda Agung Dewi Kwan Im. Hati senang dan riang meliputi semua rombongan. Namun,
disamping itu ada rasa cemas tampak di beberapa teman, karena kapal motor hanya
memberikan waktu 3 jam untuk sembahyang dan dalam waktu itu kita harus kembali
ke kapal, jika tidak kita harus membayar tambahan Rp 10.000,- setiap jam dan
untuk tiap orang nya. Tetapi itu tidak sampai terjadi pada rombongan kami, waktu
3 jam pas kita gunakan untuk bersembahyang ke semua pura, beristirahat
menikmati prasadam dan berfoto-foto ria tanpa tergesa-gesa.
Perjalanan menyebrang dari
pulau menjangan menuju pelabuhan di panjarakan, cuaca tidak terlalu bersahabat
yaitu mendung dan hujan desertai gelombang tinggi dan angin kencang. Seperti
semula bahwa akan menjadi ketakutan bagi yang belum terbiasa, tetapi tidak
menjadi kendala bagi yang telah terbiasa menyebrang mengguanakn perahu motor. Sorakan
lantang bersamaaan dengan semua teman-teman terdengar dari ketiga perahu motor
ketika gelombang besar menerpa perahu. Akhirnya semua bisa sampai di daratan
dan di rumah dengan selamat. Iringan suara gitar dan lagu tidak putus selama
3,5 jam perjalan di dalam bus sampai di Banjar Pujung Kaja, Tegallalang,
Gianyar.
Sudah barangtentu kami
tidak menyia-nyiakan kesempatan bersembahyang jauh-jauh dengan cara
asal-asalan. Namun, persembahyangan yang kami lakukan dengan khusuk dan penuh kesadaran.
Kita berusaha bersembahyang lebih jauh dari biasanya untuk menyadari anugrah
Beliau dengan cara masing-masing, sehingga memiliki makna tersendiri.
Hai kak, ide liburan seperti ini seharusnya kita bisa pergi bersama pacar
ReplyDelete