Saturday, 6 July 2013

BERDAMAI DALAM AGAMA SENDIRI: Menempa Universalitas Agama Hindu


            Berbicara tentang ‘Perdamaian Agama’ dibenak ini sangat wajar mengingat dan mengenang sejarah Word Parlement of Religions yang diadakan di Chicago AS pada September 1893. Parlemen Agama Dunia ini mempertemukan tokoh-tokoh besar dari setiap agama yang ada di dunia. Pertemuan ini untuk mengakhiri kekerasan yang mengatasnamakan agama, sektarianisme, kekerasan pikiran, dan fanatisme yang telah memenuhi bumi dengan banjir darah, kesengsaraan, dan mengahancurkan peradaban manusia. Namun, yang lebih menginspirasi adalah pesan ‘perdamaian’ antar agama oleh Swami Vivekananda yang disampaiakn melalui pidato. Beliau sebagai salah satu tokoh pahlawan Hindu modern menyatakan bahwa kita memerlukan bantuan bukan perlawan, asimilasi bukan penghancuran, keselarasan dan perdamaian bukan pertikaian. Jadi jangan berharap dan jangan bermimpi persatuan akan terwujud dengan menangnya salah satu agama dan kehancuran agama yang lain. Biarkan mereka memeluk agamanya sendiri seperti pohon yang tumbuh mengikuti pergantian musim.
           
Agama didefinisiakan disini adalah sebuah kepercayaan atau keyakinan untuk mencapai jalan kebebasan jiwa (moksa dalam konsep agama hindu). Ada yang menyebutkan bahwa melalui agama akan mencapai sorga atau neraka dan ada yang menginspirasi untuk memperoleh kebahagian. Berbagai opini muncul tentang agama itu sendiri, semua bermuara pada hal-hal yang baik. Dari paparan tersebut, dapat ditarik sebuah pendapat bahwa pada zaman ini banyak sekali ada jalan-jalan kebebasan jiwa. Banyak sekali ada agama di dunia ini. Seseorang diberikan kebebasan untuk memilih jalan kebebasan itu. Dalam tulisan ini pembicaraanya mengkhusus pada pemeluk agama Hindu.
            Penjelasan tersebut, memunculkan beberapa pertanyaan yang penting untuk dijawab. Pertanyaan awal, mengapa harus memilih agama? Bukankah kebebasan jiwa dapat dicapai dengan selalu berbuat baik? Terus bagaimana dengan seseorang pemeluk agama namun selalu tidak tidak berbuat baik dan tidak mengamalkan ajaran agamanya? Apakah tidak lebih mulia seseorang yang tidak beragama namun mereka selalu berbuat baik? Klaim saya beragama ‘A’ saya beragama ‘B’ ataupun saya beragama ‘C’, apakah tidak menyebabkan pengelompok-pengelompokan? Memang sudah menjadi kesadaran bersama bahwa mustahil untuk melebur semua agama menjadi satu pada masa ini. Pertanyaan terakhir apa sebenarnya pentingnya atau esensi memeluk agama itu?
            Beragama Hindu dan berkeyakinan ataupun menganut suatu kepercayaan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup sebagai manusia. Agama mengajarkan kebaikan dan tingkah laku yang benar untuk mencapai kebahagiaan sejati. Mau mengakui atau tidak, bahwa agama yang ajarannya bersumber dari kitab-kitab suci memang ‘begitu adanya’. Manusia menemukan dan merasakan bahwa tindakan menolong sesama adalah perbuatan yang baik; memberi sedekah akan meningkatkan taraf hidup; berpikir, berkata dan berbuat yang positif adalah kebenaran; berbakti kepada orang yang lebih tua adalah mulia; semua hal itu, sebelum disadari, dirasakan, dipahami, dan diakui oleh munusia itu sendiri, hal-hal itu sudah ada dan dijelaskan dalam Veda/kitab suci sebagai sumber ajaran agama. Contoh kecil, yaitu ilmuwan menemukan bahwa bumi berbentu bulat lonjong, ahli juga menemukan hukum gravitasi, namun sebelum itu ditemukan oleh orang Veda (kitab suci agama Hindu) sudah menjelaskan semuanya. Sehingga, Veda adalah tanpa permulaan dan tanpa akhir. Mungkin membingungkan bagi yang tidak memahami, bagaimana kitab tanpa awal dan tanpa akhir. Bukan untuk mencari pembenaran bahwa Veda adalah kebenaran sejati, tetapi Veda merupakan sumber dari segala sumber. Cangkupan Veda sangat luas dan tidak terbatas, tidak ada orang yang bisa mempelajari apalagi akan memahami akan semuanya, bagaimana mau mengatakan bahwa Veda itu menjadi pembenaran dari semua hal. Veda adalah bukanlah sekedar kumpulan kitab, namun menjadi kumpulan kaidah spiritual yang kaya dan ditemukan oleh orang-orang berbeda pada saat yang berbeda.
            Apakah agama mengajarkan untuk tidak berbuat baik? Bukan. Perbuatan tergantung masing-masing orang. Bagaimana keadaan jiwa yang murni dipengaruhi oleh kuat lemahnya triguna membuat seseorang berbuat yang tidak baik. Seseorang akan senantiasa mulia jika mereka selalu berbuat baik. Dalam hal ini perlu pemahaman yang berlanjut, orang yang senantiasa berbuat baik bukankah mengamalkan ajaran agama? Iya. Seorang pemeluk agama tidak perlu menggembor-gemborkan bahwa ia sebagai pemeluk agama ‘A’ atau agama ‘B’ atau ‘C’. Agama adalah keyakinan dan kepercayaan yang bersifat privasi antara diri dengan keyakinannya. Yang jelas bahwa Veda/kitab suci sebagai sumber ajaran agama selalu mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Pada akhirnya jika tidak hanya sekedar selalu berbuat baik, namun mengamalkan ajaran-ajaran agama dengan cara memeluk dan mengakui sebagai pemeluk agama bukankah akan membuat kualitas hidup lebih meningkat sehingga kebebasan jiwa akan tercapai lebih cepat? Agama tidak hanya mengarahkan seseorang untuk berbuat baik, namun membelajarkan bagaimana seseorang untuk hidup dalam kesadaran.
            Pernyataan susulan, mengapa perlu melirik klaim tentang perbedaan agama yang dipeluk oleh seseorang? Memang perlu, karena meskipun ada yang meyakini setiap agama mengajarkan untuk mencapai kebaikan ataupun kebebasan, tetapi jika ditelusuri tidak semua ajaran agama seperti itu. Tidak lazim untuk mengakhimi ajaran-ajaran agama lain. Yang terpenting adalah cukup dengan mengerti akan ajaran yang dianut tanpa membandingkan baik buruknya dengan yang lain.
            Kita bersama perlu melihat bersama agama Hindu dari peninjauan yang lebih dalam. Untuk memudahkan memahami dan kepentingan pemaparan, maka pertanyaan yang perlu dijawab adalah mengapa harus memeluk agama Hindu?
            Hindu adalah sebuah agama yang universal. Universal didefinisikan suatu agama tidak hanya sekedar berdasarkan keanekaragaman suku atau bangsa yang menjadi penganutnya, melainkan, agama universal harus memenuhi kebebasan prilaku dan kecenderungan semua jenis dan lapisan manusia. Beragama Hindu bukan berarti harus mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang banyak atau tidak bebas menjalankan agama sesuai dengan lapisan hidup. Lapisan hidup tidak hanya terbatas pada tingkatan sosial ataupun material, namun lebih meluas sampai pada aktivitas sehari-hari untuk melangsungkan hidup. Agama Hindu tidak hanya menyediakan satu jalan, satu Tuhan yang benar, satu kitab suci, ataupun satu dogma bagi semua orang. Hindu menyediakan empat jalan bagi umatnya untuk mencapai pembebasan, yaitu: Karma Yoga bagi seseorang yang hidupnya selalu aktif dan bekerja dengan tulus ikhlas tanpa mengharap hasil, Bhakti Yoga untuk seseorang yang emosional dan pencita keindahan dan kelembutan dengan tulus, Raja Yoga ditekuni oleh seseorang yang bersifat mistik dan senang menganalisis dirinya sendiri, dan Jnana Yoga bagi seseorang yang senang mempelajari ilmu pengetahuan, pemikir akan tercerahkan melalui jalan. Dengan demikian, jalan mencapai pencerahan atau kebebasan, bukan hanya dengan cara bersembahyang, atau zaman sekarang sedang trend yaitu yoga dan bermeditasi. Hal untuk lebih meyakini adalah coba direnungkan “apakah Mahatma Gandhi bukan orang yang mengalami pencerahan karena ia lebih mengutamakan karya dan tindakan non kekerasan?” .“Apakah seorang seniman ukir Bali yang dengan penuh konsentrasi membuat ukiran dengan detail-detail yang luar biasa tidak akan pernah mengalami pencerahan?”. “Bukankah ada saja kemungkinan orang kebanyakan mengalami pencerahan tetapi tidak berkoar-koar tentang pencerahan itu sendiri?”. “Apakah pencerahan terjadi hanya pada orang-orang terkenal?”. Agama Hindu mengakui mereka akan mengalami perncerahan. Dengan menyediakan beberapa jalan bagi manusia, agama Hindu tidak mungkin membagi manusia dalam dikotomi keras: orang beriman ornag kafir, orang yang diselamatkan dan ornag yang dikutuk. Hindu menerima semua manusia dengan berbagai kecendrungan. Penerimaan itu bermuara pada refleksi ajaran Hindu yaitu ajaran Tat Tvam Asi (aku adalah kamu dan juga berarti engkau), Vasudaiva Kutumbakan (semua manusia adalah bersaudara). Hal ini adalah ukuran penting lainnya untuk menentukan keuniversalan suatu agama.
            Seseorang tidak salah mengatakan dirinya tidak beragama, namun selalu berbuat, berucap dan berprilaku baik, namun tanpa disadari mereka itu mengamalkan ajaran agama hindu, bukan?. Lebih lanjut, tanpa disadari Hindu sebenarnya mengakui agama-agama lain adalah melaksanakan ajaran agama Hindu. Dalam Hindu ada disebutkan bahwa, Tuhan itu satu namun orang bijak benyebutnya dengan banyak nama. Selain itu, dalam ajaran Hindu disebutkan bahwa bagaimanapun cara engkau (manusia) menyembahku dengan tulus maka akan Ku terima. Agama selain Hindu mempunyai cara-cara sendiri untuk menyembah Tuhan, dan Tuhan dalam agamanya disebut dengan nama sendiri, bukankah mereka tidak salah jika dikatakan menganut Hindu? Tidak perlu membubuhi penjelasan lagi!
            Agama Hindu dengan universalitasnya tidak mematikan budaya setempat dimana agama itu berkembang untuk digantikan dengan satu budaya tunggal dari mana Hindu itu berasal. Sebaliknya agama Hindu memelihara budaya setempat. Hal ini terbukti dari banyaknya perbedaan-perbedaan bentuk-bentuk ritual di dalam agama Hindu di berbagai wilayah. Meskipun banyak perbedaan dalam ritual, Hindu memberikan pedoman untuk melaksanakan ritual sesuai dengan tingkatan sosial ataupun materialnya. Agama Hindu mengenalkan tingkatan warna sudra, waisia, ksatria, dan brahmana yang menjadi lapisan sosial masyarakat. Selain itu, terdapat tingkatan ritual, nista (rendah), madya (menengah), dan utama (tinggi). Pemeluk agama bebas memilihnya. Sekali lagi, Hindu mengakui semua jalan apapun. Hal ini justru menunjukkan universalitas yang sebenarnya dari suatu agama.
            Pertanyaan akhir yang muncul, Apakah Ragu Memeluk Agama Hindu di Zaman Global Ini?













HINDU AGAMA UNIVERSAL: Bunga Rampai Pemikiran dan Kisah Swami Vivekananda 2012

No comments:

Post a Comment