Saturday, 16 May 2015

Pilihan Trakhir


         

  Sering kita dihadapkan dengan berbagi masalah yang sangat berat dan masalah-masalah itu muncul bersamaan. Sehingga kita harus melilih salah satu untuk diselesakian. Pilihan tersebut kadang sangat menyakitkan dan membuat kerugian terhadap diri kita. Dan sudah pasti tidak mungkin akan bisa membagi diri kita menjadi beberapa bagian untuk menyelesaikan permasalan yang muncul bersama.
            Hari ini ada ujian penerimaan karyawan dan bersamaan juga harus menunggu ayah yang lagi operasi. Kesempatan ikut ujian hanya sekali untuk pekerjaan masa depan, dan ayah juga kita hanya punya satu. Lain lagi, kita sudah membuat janji dengan bos kantor yang ada di luar kota akan menghadiri acara pernikahannya, seketika pas acara bersamaan, tetangga yang masih ada hubungan saudara juga ada acara nikah. Bos memegang kelangsungan pekerjaan dan tetangga adalah tempat sandaran keluarga pertama di tempat tinggal. Sangat sulit memang untuk memecahkannya, karena pilihannya terlalu terbatas. Keadaan lainnya yang sering kita temui yaitu secara bersamaan, apakah kita memilih orang tua atau pacar, melilih mertua atau istri, memilih keluarga atau istri dan memilih anak atau istri. Jika hanya sebatas tulisan atau ucapan sangat gampang kita akan memilih menyelesaikan masalahnya. Tetapi jika sudah mengalami sendiri. Kepala akan terasa lebih berat.
            Sebuah percakapan di dalam kelas antara mahasiswi dan dosen. Dosen menyuruh menulis 10 orang yang paling dia sayangi. Kemudian Ia menulisnya di papan tulis. Selesai menulis dosen menyuruh menghapus satu dari 10 orang yang kurang ia sayangi. Tanpa berpikir panjang, mahasiswi tersebut menghapus satu nama temannya. Dosen kemudian berkata lagi, dari sembilan nama ini hapuslah satu nama lagi yang kurang kamu sayangi. Dia pun langsung menghapus nama tetangganya. Kemudian, dosen berkata lagi, kamu hapus 2 nama lagi yang kurang kamu sayangi. Mahasiwi itu tidak keberatan melakukannya karena itu adalah perintah dosennya. Kemudian ia menghapus 2 nama sahabatnya, jadi masih tinggal 6 nama. Tidak berhenti sampai disitu, ternyata dosen masih menyurus menghapus lagi 2 nama orang yang kurang iya sayangi, kali ini ia mulai berpikir, mengapa dosen ini menempatkannya dengan pilihan yang sangat sulit di hadapan teman mahasiswa sekelasnya. Agak lama dia memandang nama-nama itu, akhirnya, dia menghapus nama saudara dan nama ayahnya. Kemudian dia tertunduk dan bingung dengan tindakannya sendiri yang di saksikan oleh semua yang ada di kelas itu. Sekarang masih tersisa nama ibu, suami dan dua anaknya. Tidak berhenti, Dosen kemudian berkati lagi, "hapuslah satu dari nama tersebut. Kali ini mahasiswi tersebut benar-benar bingung nama siapa yang akan ia hapus. Dengan berat dan malas, ia terpaksa menghapus satu nama anknya. Dosenpun bertanya,
mengapa engkau menghapus nama anakmu, apa kamu tidak sayang anakmu? Mengapa bukan ibu mu? Dia menjawab, aku ingin membalas budi pada orang tuaku, jadi dia tetap aku sayangi, karena aku telah menghapus nama ayahku. Dan aku masih punya satu nama anak, aku masih bisa menyayanginya. Setelah menjawab, mahasiswi tadi merasa sudah cukup karena dia telah menjawab semua pertanyaan dosennya. Ternyata tidak, disuruh lagi harus menghapus 1 nama yang kurang ia sayangi dari ketiganya. Kali ini semua mahasiswa heran memandangi dan tidak ada yang bersuara. Mahasiswi ini sudah merasa diperhatikan oleh semua teman-temannya, tetapi pandangannya kosong, dengan sangat malas ia menganglat penghapus dan menghapus nama anaknya lagi satu. Wahhh…mengapa kamu mengjapus nama anakmu? Kamu tidak punya anak lagi sekarang? tanya dosen menyambung. Dengan tetap menunduk dan tebata-bata, dia menjawab, aku akan lebih sakit jika belum dapat membahagiakan orang tuaku, anak nanti bisa dilahirkan kalau diizinkan karena aku masih punya suami, tetapi seorang ibu itu, tidak. Namun, dosennya pun melanjutkan menyuruh harus memilih satu nama yang paling kamu sayangi. Kali ini mahasiswa ini terlihat seperti mau menangis, matanya berkaca-kaca diposisikan sangat sulit dihapadan semua teman sekelasnya, Ia merjalan mendekati papan tulis dan mengangkat tangannya yang berat dengan penghapus, Ia menyisakan nama swaminya. Dosen pun ingin mengetahui alasannya mengapa yang tadi ia mengatakan sangat menyayangi ibunya tetapi dicoret. Dia pun menjelaskan semuanya dengan nada rendah dan pelan. Jika aku tanpa suami aku tidak akan bisa hidup. Bagaimana aku yang tidak bisa hidup tanpa suami, bisa melayani ibu meski aku memilih nama ibu. Kemudian wajah yang tadinya tertunduk kemudian terangkat dan menghadap dosen dan teman-temannya sembari melanjutkan
penjelasannya, suami bagiku adalah semangat hidup tumpuan hidup dan bagian dari hidupku, dia selalu ada disaat senang maupun susah, meski beberapa kali sering bertengkar, namun ia tetap menemani hidupku. Ayah atau ibu akan melepas kita dan berkurang perhatianyya ketika kita menikah, dia hanya akan mengharapkan cucu. Setelah kita menikah, tidak harus selalu bersandar dari orang tua dan menuntut perhatiannya. Memang benar anak akan tumbuh dewasa dan menerus keturunan kita. Tetapi, kita semua harus sadar, anak hanya dekat dengan kita hanya ketika dia masih muda, ketika ia sudah berkeluarga, dia akan senantiasa menjauh ada dan akan berkurang perhatiannya juga serta kita tidak bisa menuntut dan mengatur lagi layak seperti masa ia muda. Kita hanya akan ditemani oleh suami, suami yang akan merawat kita disaat sakit, memasakan nasi dikala kita sudah tua tidak mampu, menggendong kita untuk melihat pemandangan, mengajak kita menikmati hari tua. Dia adalah teman hidup yang paling setia dan selalu ada, jarang aku melihat anak yang merawat kedua orang tuanya, meskipun ada itu karena orang tuany masih tinggal satu entah ayah atau ibunya saja. Dan kebanyakan yang orang tua yang hanya tinggal satu, anaknya akan menitipkan di panti jompo atau tidak terlantar (dalam artian tidak mendapat perhatian penuh, hanya diperhatikan ketia ia sudah meninggal). Dan itu tidak akan terjadi jika kedua orang tuanya masih hidup, suami dan istri masih bisa saling bahu membahu sampai tua. Seketika semua kelas menjadi sunyi sesaat, dan bertepuk tangan setelah dosen mengakan “luar bisa kamu”.

            Kadang situasi seperti itu sering kita temui di dalam kehidupan, jadi kita harus benar-benar mematangkan piihan kita dengan alasan yang kuat dan tidak salah pilih. 

No comments:

Post a Comment